Selasa, 17 Agustus 2010

Facebook | Yusuf Mansur Network

Facebook | Yusuf Mansur Network

Minggu, 23 Mei 2010

DIA MELAMARKU

Dua kali bertandang ke rumah, tak kusangka dia menebar pesona
Sengaja atau tidak, orang tua jatuh cinta padanya
Terganggu atau tidak, otak kanan kiriku ikut pusing memikirkan dia

Kata Abah "Kapan dia datang lagi?"
Kata Mama "Sudah seperti anak sendiri dia memanggil mama"
Kataku... ternyata dia menghipnotis keluargaku

Dia mengajak bertemu ketiga kalinya
Senang atau tidak, hatiku berdebar kencang
Seolah ada yang akan terjadi di balik angka tiga
Aku berpikir keras dan tak menemukan jawab apa-apa
Hingga tepat harinya, dia bertandang lewat pintu tiga
Bersama seorang pria berstelan khas, rapi sangat
Ai... ai... apa akan berlaku sebentar lagi?

***

Kembang api meledak di hatiku, mungkin seperti itu atau seperti petasan tahun baru cina
Tak tahu harus bagaimana menggambarkan, angka tiga berarti demikian
Dia melamarku di bawah sinar bulan Purnama, dan aku tak dapat berkata apa-apa
Dia melamarku di antara gemericik hujan, dan aku hanya diam terpaku saja
Dia melamarku di saksikan Tiga orang penting dalam kehidupan, dan aku menunduk malu tak tahu harus bagaimana
Sudah pernah kubayangkan dia memintaku menjadi istrinya
Tapi bila seperi ini jalannya... aih... aih... bermimpi saja aku tak bisa

Dia melamarku, dan hatiku melompat girang
Semoga ini bukan mimpi belaka

Jumat, 21 Mei 2010

Tentang Kita (6)

Aku tahu kita tak bisa memastikan sesuatu akan terjadi bila Allah belum berkehendak
Dan aku sadar bahwa kita berdua mausia biasa yg tak hanya berakal, tapi juga bernafsu
Kita berdua tahu kita telah melewati batas langit tempat kita harusnya saling menunggu
Bukan...aku tak menyalahkanmu
Aku juga tak ingin khilangan kesempatan untuk bersamamu dan pun nafsuku tak ingin bersabar menunggumu
Semoga yang telah menanamkan nafsu pada hati manusia dapat memaafkan kita,karena aku percaya kita tak sepenuhnya salah

Tentang Kita (5)

Menikahlah denganku...
Aku pernah melamarmu, bukan sekali sudah berkali-kali. Dan kau selalu mengatakan "YA, aku pasti akan menikahimu"

Tapi setelah kupikir-pikir. Aku terlalu berlebihan mungkin saat itu... Aku tak memikirkan dengan baik sebelumnya apa yang akan terjadi dengan ucapanku saat itu. Tapi sungguh, aku ingin menikah denganmu. Dan aku tak menyesali lamaranku.

Aku hanya menyayangkan apa yang sudah menjadi tradisi keluargaku. Sebuah tradisi yang meskipun kamu tak pernah mengatakannya, aku tahu tradisi itu memberatkanmu. Dalam hatimu pasti merasa ada tembok besar yang tiba-tiba hadir diantara kita. Sebuah tembok besar yang mungkin saja akan menjadi penghalang yang berdiri tegak cukup lama untuk memberi batas pada kita. Selain jarak ribuan mill yang telah menjadi penghalang pertemuan kita.

Maafkan aku ya, aku tak bisa melawan tradisi yang meskipun aku tahu memberatkanmu dan sesungguhnya memberatkanku juga. Aku tetap tak bisa melawan tradisi itu. Aku menyayangimu, di dalam hatiku ada namamu, dan selalu akan ada. Tapi bagaimanapun juga, keluargaku adalah sesuatu yang berharga, mereka memberiku kehidupan lebih dulu. Mereka memberiku kehangatan sangat besar. Dan dalam tradisi besar yang ada dalam keluargaku, kau adalah sesuatu yang baru.

Maafkan aku, karena aku tak bisa memilihmu daripada tradisiku...

(Bersambung...)

Tentang Kita (4)

Masih ingat pertemuan setahun lalu? Bulan April tahun lalu...
Sudah setahun ya? Dan setiap detik pertemuan itu ada dalam gudang memoriku yang tak pernah kuhapus
Aku menjamumu dengan madu termanis yang pernah kubuat
Entah kau sadar atau tidak, tapi aku menyediakan banyak manisan untuk kau cicipi
dan kau membawakan aku sebuah kisah yang tak pernah bisa kupungkiri... aku menginginkannya

Aku menjamumu dari sejak pertama kali aku melihatmu dengan jaket abu-abu yang kau kenakan
Padahal aku mencari seorang lelaki dengan kaos tak berlengan dengan celana pendek bak turis yang sedang bertandang ke negeriku

Aku menjamumu sampai ketika kulihat kau terbang dengan membawa harapan dan kecemasanku
Akankah kita bisa bertemu lagi

===

Aku ingin menjamumu lagi, tapi mungkin aku tak bisa memberikan secangkir madu seperti dulu
Mungkin aku tak bisa menjamumu sebaik dulu kujamu dirimu
Mungkin kini aku hanya bisa memberi secangkir air putih, untuk kesehatanmu
Membiarkanmu menghirup udara pagi di depan rumahku sambil merentangkan tanganmu

Tapi aku...
Saat kau datang nanti, aku ingin kau tahu
Bahwa kau adalah laki-laki kedua dalam hidupku setelah Bapak yang sejak kecil menggendongku
Bahwa kau adalah tiang penyanggaku yang kedua setelah diriku sendiri
Bahwa kau adalah seseorang yang telah diterima orangtuaku untuk mengisi satu baris TRAH di hidupku

(Bersambung...)

Tentang Kita (3)

Aku tak tahu harus memulai dari mana mengingat semua hal tentang kita.
Aku tak tahu harus memulai dari mana untuk menuangkannya di atas kanvas
Aku tahu... kita, kamu aku memiliki tujuan yang sama, dan jalan yang sama
Aku tahu... kita, kamu aku berharap akan akhir yang sama pula
Tentang sebuah rumah beratapkan Cinta kita Pada-NYA, beralaskan kasih sayang yang telah ditanamkanNYA di hati kita, bertiang pengabdian padaNYA, berdindingkan kehangatan, berpintu kepercayaan.
Dan aku juga tahu... aku kamu kita
Merasa sudah tak sanggup berjalan seperti sekarang
Terlalu banyak godaan untuk kesendirian yang dipertahankan
Terlalu banyak sandungan untuk tiap kebersamaan yang tak bernama
Terlalu banyak rayuan yang bisa membawa ke arah jurang

Aku berfikir untuk memilih jalan sendiri saja
Mungkin sudah saatnya dua benang hitam-putih dipisahkan
Mungkin sudah saatnya kita membuat jembatan dan tembok tinggi untuk sebuah kehidupan
Tapi kufikir lagi...
Kenapa harus begitu, bukankah itu justru membuat semakin dalam jurang yang akan kita buat

Jadi kuputuskan untuk berpuasa
Aku kamu kita... Puasa saja
Untuk melumerkan godaan yang meraja, untuk mencairkan rayuan yang membuncah
Untuk menyingkirkan sandungan-sandungan yang ada
Untuk memantapkan hati ini kembali pada tujuan kita yang sama

(Bersambung...)

Senin, 05 April 2010

Tentang Kita (2)

Entah sejak kapan, hubungan kita yang semakin lama semakin dekat, justru semakin menjauh dari NYA, Khalik yang telah mempertemukan kita berdua.  Aku merasa asing bila mendekatiNYA, seolah-olah selama ini aku tak  mengenal DIA, seolah-olah selama ini aku adalah orang baru yang mencoba mengenali DIA.

Jujur saja, sebelum kita semakin dekat sedekat sekarang.  Aku memang merasa menjadi hambaNYA yang paling asing.  Aku sering secara sengaja melewatkan satu waktu Shalatku, dan tak merasa bersalah sedikitpun, tak merasa ada yang kurang sedikitpun.  Tapi saat pertama mengenalmu, ketika sering sekali kamu mengingatkanku padaNYA, aku jadi ingat betapa jauhnya aku selama ini dari DIA, sanga Khalik yang Hakiki.  Kau secara tak langsung mengembalikan jalanku ke arahNYA.  Aku bersyukur mengenalmu saat itu.  Karena mungkin kalau saat itu kita tidak bertemu, aku mungkin semakin jauh dariNYA, dan mungkin sekarang aku telah melupakannya. 

Tapi, diantara setiap senti kedekatan kita.  Kini aku merasa kembali menjauh dari NYA.  Aku merasa aku telah menduakanNYA.  Apa aku salah bila merasa seperti ini?

Abi... lelaki yang kini begitu mengisi hati dan hidupku, bisakah kau mengajakku lagi ke jalanNYA seperti saat pertama kali kau mengenalku?  Bisa tidak malam ini, besok malam dan malam-malam akan datang kau membangunkanku lagi untuk mengajakku mengenali ALLAH lebih dekat lagi.  Aku ingin mendengar suaramu lagi, bacakan satu surat saja di telingaku dan ajak aku mendekatiNYA lagi.

Bisa tidak?

(Bersambung)